="Rekomendasi judi online Terbaik!"

Kamis, 14 April 2016

Rumah duka heaven di eksekusi karena durhaka?


Agen Poker Terpecaya

Kasus sengketa penguasaan lahan seluas 3.313 meter per segi yang dilakukan oleh Edhi Sujono dan Suwito Muliadi dengan ibu kandungnya Kentjana Setjiawan kini menemui titik terang.

Kentjana Sutjiawan yang semula hendak dipenjarakan oleh anak kandungnya karena ingin menguasai lahan miliknya, kini mulai lega. Pasalnya dia telah mendapatkan kembali hak yang dirampas oleh anak-anaknya, berupa lahan tanah seluas 3.313 meter persegi. Di Jalan Gedong Panjang, Penjaringan, Jakarta Utara.

Selama lima tahun berjalan, Kentjana yang banyak mengalami kesedihan terkait perkara hukum yang menimpanya. Di usia senjanya nenek tua ini seharusnya bisa menikmati masa-masa bahagia bersama cucu-cucunya. Namun karena faktor keserakahan, ia sempat ingin dipenjarakan dan dideportasi oleh anak kandungnya sendiri.

Hukum kini bertindak adil, menurut Juru Sita Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Ausri. Perkara ini sudah berjalan sejak lima tahun silam, sekarang status pemilik asset ini ibunya. Kamis (7/4/16) silam.

“Ini bukan tanah warisan tapi tanah milik saya yang telah dibeli sejak 1975. Saya benar-benar senang setelah berjuang 10 tahun, saya dapat kembali tanah milik saya sendiri,” kata Kentjana Sutjiawan (84).‎

Dengan‎ didampingi ketiga anaknya, nenek renta yang hamper tidak bisa jalan lagi itu sempat menceritakan tentang tekadnya untuk melawan kedua anaknya. ‎

Kedua anaknya tersebut bukan saja mengusirnya tetapi juga menguasai tanah dan membangun Rumah Duka Heaven tanpa seizinnya.

Dirinya mengaku sempat dipidanakan dengan tuduhan penggelapan dan pemalsuan surat sertifikat tanah yang pada akhirnya PN Jakut membebaskannya karena tuduhan itu tidak terbukti.

“Suwito (anak kelima) bilang sertifikat Mama hilang, yang ada itu sertifikat miliknya. Kokpunya anak seperti begini,” kata ‎Kentjana‎ sembari menahan tangis.

Kedua anaknya itu juga mengaku bahwa tanah tersebut merupakan tanah warisan dari ayahnya yang sudah meninggal pada 1971. Padahal, dirinya membeli tanah itu pada tahun 1975 atau setelah suaminya meninggal. ‎

Tidakberhentisampai di situ, kedua anaknya bahkan juga berusaha mengusir ibunya untuk pulang ke Tiongkok. Mereka mengadukan sang ibu telah memalsukan dokumen kependudukan.

Akibatnya paspor Republik Indonesia Kentjana Sutjiawan dicabut. Imbasnya, ia terancam diusir dari Tanah Airnya sendiri. Padahal, sulit dipahami bagaimana seorang WNI yang telah ikut pemilulima kali dan memiliki dokumen resmi kependudukan, bisa hilang kewarga negaraan dalam sekejap gara-gara pengaduan sumir kedua anaknya.

Dalam perjalanan perkara itu, kedua anak Ketjana, Edhi Sujono Muliadi dan Suwito Muliadi diketahui telah menguasai tanah itu dan membangun rumah duka Heaven sejak tahun 2008.\

Menurut keduanya, asset tanah tempat berdirinya rumah duka merupakan warisan dari ayahnya yang telah meninggal sejak 1971. Namun, menurut Kentjana, asset tanah tersebut dibeli, setelah kematian suaminya.

Kedua anaknya yang tak terima ibunya meminta haknya lantas melaporkan ibunya (Kentjana) ke Polres Metro Jakarta Utara, atas kasus penggelapan dokumen. Kedua anaknya juga meminta sertifikat tanah dari Kentjana untuk digadaikan di bank.

“Kentjana juga sempat dilaporkan oleh kedua anaknya atas pemalsuan surat kewarga negaraan, dan Kentjana juga sempat terancam dideportasi ke Tiongkok,” kata kuasa hukum Kentjana dalam keterangan tertulisnya.

Pada akhirnya, Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dengan surat penetapan nomor 11/eks/2014/PN.JKT.UT memenangkan pihak Kentjana. Akhirnya hari ini, Rumah Duka Heaven dibongkar dan akan diratakan. Hak milik kembali kepada Kentjana.

“Setelah kita eksekusi, nanti kita pasang papan plang penetapan hak milik lokasi ini,” kata Ausri menambahkan.

Keberadaan Rumah Duka Heaven sendiri selama ini sudah dikeluhkan oleh warga sekitar, pasalnya di lantai atas dibuat tempat kremasi atau crematorium pembakaran mayat.

Seorang warga setempat mengatakan setiap kali pembakaran dilakukan asapnya sampai membumbung ke atas, dan menyebabkan polusi.

Entah mengerti atau tidak, dalam sebuah Perda dan Pergub yang pernah diterbitkan oleh Gubernur Ali Sadikin dan seterusnya, disebutkan bahwa untuk proses kremasi harus dilakukan di tempat yang jauh dari sarana pemukiman dan perkotaan. Tepatnya berlokasi di pesisir pantai atau lahan kosong yang tidak mengganggu pemukiman.

Dari depan RumahDuka, warga yang menyaksikan pembongkaran dan penyegelan banyak yang merasa lega, kini sudah tidak ada lagi pembakaran mayat yang dilakukan di tengah kota.
luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com tipscantiknya.com kumpulanrumusnya.comnya.com

.

Info AgenTerpercaya © 2015 Agen Terpercaya IDN