Membedah sejarah Burger Monalisa, burger legendaris tertua di Jogja
AGEN JUDI ONLINE - Bicara soal Yogyakarta, tentu tak bisa lepas dari dunia kulinernya. Kota ini sejak dulu memang punya beragam makanan lezat, hingga beberapa di antaranya sudah melegenda. Misalnya gudeg, bakmi, sate klathak, lotek, hingga soto, semuanya komplet ada di kota yang akrab disapa dengan sebutan Jogja ini.Dari deretan jajanan legendaris itu salah satunya adalah Burger Monalisa. Meski bukan menu asli Indonesia, siapa sangka burger milik Wibowo Agung Sanyoto ini termasuk burger paling tua di Jogja.
Diceritakan oleh Agung, sapaan akrabnya, Burger Monalisa pertama kali membuka lapaknya pada tahun 1988. Saat itu Agung masih mengenyam bangku kuliah di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Teknik Perminyakan Babarsari Yogyakarta.
Ide Agung untuk berjualan muncul karena pada saat menunggu pengumuman ujian, kampusnya selalu libur lama. Akibatnya dia banyak menganggur dan merasa harus mencari kegiatan positif untuk mengisi waktu luangnya itu. Agung akhirnya merayu mendiang ibunya yang jago memasak untuk membuatkan resep burger.
"Sejarah Monalisa ini cukup panjang dan unik. Padahal tahun segitu (1988) masyarakat Jogja belum banyak yang tahu burger. Ibu juga waktu itu juga bingung burger itu makanan apa. Lalu saya sempat belikan dulu burger restoran untuk kasih contoh pada ibu," kata Agung saat membuka perbincangan dengan beberapa waktu lalu.
Rupanya usai mencoba burger restoran itu, ibu Agung merasa tertantang untuk mencoba membuatnya sendiri. Akhirnya mereka mulai bereksperimen mencari olahan bumbu saus mayones beserta daging sapinya.
"Setelah ibu mencoba, ibu juga sepakat kalau burger restoran yang saya beli itu biasa aja. Lalu saya diskusi sama ibu, apa bisa kita bikin resep mayones sendiri biar lebih enak. Ibu bilang, bisa!" ujarnya.
Usai mencoba beberapa kali lalu menemukan resep yang pas, Agung mulai memberanikan diri membuka lapak burgernya. Awalnya dia membuka dengan nama Garfield Burger, lokasinya di pinggiran Jalan Kaliurang yang masih satu area dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Alasan di balik pemilihan namanya juga spontanitas. Menurut Agung saat itu tokoh Garfield sedang hits dan pasti nama itu langsung bikin 'ngeh' banyak orang.
"Tapi saya berpikir, tahun-tahun depan kan belum tentu Garfield masih dikenali masyarakat. Kemudian saya punya ide cari nama yang mendunia tapi melafalkannya gampang. Akhirnya ketemu nama Monalisa. Intinya kami ingin burger kami ini bisa melegenda seperti sosok legendaris Monalisa," papar Agung.
Keistimewaan Burger Monalisa
Pada umumnya burger bercita rasa gurih, namun Monalisa berbeda. Burger ini sengaja menciptakan rasa yang khas seperti mayoritas makanan Jogja pada umumnya, yakni manis-pedas. Rasa burgernya bikin salut para pelanggan karena tak pernah berubah. Selalu konsisten dengan kelezatan sederhana ala Jogja.
Jika kamu terbiasa dengan burger mainstream, mungkin kamu akan kaget campur aneh ketika pertama kali mencicipi racikan bumbu Burger Monalisa. Saus mayonesnya sangat khas, dominan manis, dan kaya akan bumbu rempah rahasia. Selain itu daging sapinya juga sangat lembut. Tak heran jika banyak orang menyebut Burger Monalisa adalah 'Burger Jawa'.
"Jadi kami yang memang asli orang Jogja ini, ya tentu nggak bisa meninggalkan cita rasa makanan Jogja yang cenderung manis. Itu memang kami bikin formula resep yang betul-betul Jogja banget. Meski sebenarnya juga nggak bisa dipungkiri selalu ada orang yang komentar kok saus mayonesnya beda, manis," ujar Agung sembari tertawa.
Rotinya juga terasa spesial karena juga diproduksi sendiri dan punya cita rasa rumahan banget. Bentuknya pun unik. Jika biasanya roti burger berbentuk bundar lalu diiris jadi dua bagian, Monalisa justru menggunakan roti custom dari satu roti bundar yang tak diputus, hanya dilipat.
"Kenapa rotinya tidak diputus bentuknya, ini sebenarnya memudahkan kami untuk memasukkan sayuran dan daging agar tidak lari ke mana-mana. Selain itu biar saat dimakan saus mayones dan isi burgernya tidak gampang jatuh," bebernya.
Ciri khas 'Burger Jawa' yang diciptakan Agung nyatanya berhasil. Salah satu tolok ukurnya, Monalisa juga sangat disukai para bule. Agung merasa bangga karena burger rasa Jawanya ternyata cocok di lidah orang asing, padahal mereka sudah terbiasa dengan rasa burger pada umumnya.
"Bahkan sampai sekarang ya, bule-bule yang datang ke Jogja, entah itu wisatawan atau mahasiswa yang sedang pertukaran pelajar, ke sini juga dan nyatanya nggak masalah sama rasa Burger Monalisa. Rata-rata bule yang datang malah selalu pesan dua burger," kata dia.
Selain punya karakter rasa yang tiada duanya, Monalisa terasa istimewa karena bisa dibilang burger pertama dan tertua di Jogja. Meski sebenarnya kala itu sudah ada lapak burger kompetitor, namun nyatanya tak bisa bertahan seperti Monalisa sampai sekarang.
"Kalau tertua konteksnya kontinuitas, kami bisa katakan kami adalah burger tertua di Jogja. Karena pada saat kami berdiri saya pastikan waktu itu memang sangat jarang sekali orang berani jualan burger lalu ditampilkan sebagai menu khusus atau spesifik jualan burger aja," ujar Agung.
Menurutnya, Jogja pada tahun 1988 kulinernya masih sangat sepi. Burger Monalisa adalah lapak kaki lima yang kedua di sepanjang area Jalan Kaliurang. "Yang pertama sudah jualan lebih dulu adalah warung tenda nasi goreng yang juga laris. Kedua baru Monalisa."
Alasan Agung berjualan di seputaran daerah UGM juga dipikirkannya matang-matang. Padahal rumah Agung sendiri lumayan jauh dari daerah tersebut. Tapi sejak awal dia sudah punya keyakinan kalau lapak burgernya bakal laris, karena pada saat itu Jalan Kaliurang selalu ramai dengan para mahasiswa yang kebingungan mencari tempat makan di malam hari. Burger pun jelas belum dikenal banyak orang dan bakal bikin orang penasaran.
Prediksi Agung benar. Setelah beberapa hari membuka lapak burgernya, banyak mahasiswa yang naik motor lewat lalu akhirnya berhenti. Menurut Agung mereka sangat antusias, penasaran, dan akhirnya mereka beli untuk sekadar coba-coba.
"Saya berniat jualan di area itu, karena saya berpikir saat itu Jogja sangat banyak punya komunitas pelajar. Toh, nyatanya alhamdulillah mereka ternyata cocok dan balik lagi bersama teman-temannya. Modalnya ya cuma gethok tular alias promosi dari mulut ke mulut pelanggan saja," ujarnya bangga.
Saat itu Burger Monalisa benar-benar sederhana. Berbentuk lesehan dan menggunakan spanduk kecil, Agung cuma mengandalkan satu meja untuk meracik burger dan beberapa tikar kecil untuk lesehan para konsumennya. Pertama kali dirinya berjualan, dia mengajak sekitar total empat orang, termasuk salah seorang sopir.
"Saya ingat pertama kali jualan dulu masih pakai lampu petromak. Karena dulu masih sangat susah, bingung mau narik listrik dari mana. Pada saat itu saja harga seporsi burgernya masih Rp 400," papar Agung.
Ketika ditanya soal omzet, Agung enggan menjawab dan hanya tersenyum. Dia cuma membeberkan hasil penjualan Burger Monalisa sejak dulu sampai saat ini selalu bagus.
"Kalau omzet keseluruhan itu sehari aja bisa ratusan (porsi), kalau soal nilainya mohon maaf saya tidak bisa sebutkan. Yang jelas saya akui omzetnya memang sampai sekarang selalu menggiurkan. Paling penting lagi, alhamdulillah Monalisa ini masih bisa menghidupi banyak orang, terutama para karyawan kami."
Kini Burger Monalisa punya lima cabang di Jogja. Yang pertama adalah lapak pusat sejak tahun 1988 yang sampai sekarang masih berdiri tegak di Jalan Kaliurang, Sekip. Kedua ada di rumah Agung daerah Jalan Sisingamangaraja yang juga sekaligus menjadi pabrik pengolahan bahan bakunya. Ketiga ada di Jalan Damai, keempat di Babarsari, dan kelima di Mrican.
Kelima cabang itu tak dipegangnya sendirian. Agung dibantu oleh dua saudaranya, yakni Reni Dewi Cahyani dan Condrokumolo Sayuti Nugroho untuk mengelola kelima cabang tersebut.
Meski sampai sekarang Monalisa hanya ada di Jogja, Agung dan keluarga besarnya sudah tertarik untuk melakukan waralaba alias franchise. Agung tetap punya keinginan untuk melebarkan sayap bisnis burger Jawanya itu ke beberapa kota besar di Indonesia.
"Bagaimana pun kami ini sudah berjualan burger 30 tahun. Tentu saja selalu memikirkan gimana caranya produk Monalisa ini bisa eksis di luar kota, ya minimal harus Jakarta dan Bandung dulu. Karena jelas dua kota itu juga kotanya kuliner Indonesia, makanan apa saja pasti ada. Selain itu konsumen di sana tidak pernah mempermasalahkan harga. Ya semoga tahun ini bisa, didoakan saja," tutup pria berusia 54 tahun ini.
Selain burger sebagai menu andalan, Monalisa juga menawarkan variasi menu lain yang tak kalah sedapnya, seperti hot dog, pisang bakar, spageti, roti bakar dan kentang goreng. Semua harga menunya pun masih masuk akal dengan kantong mahasiswa zaman sekarang.